Tata Surya tertua berhasil ditemukan oleh astronom Indonesia, Johny
Setiawan, beserta astronom Eropa. Dunia baru tersebut terdiri atas satu
bintang yang dikelilingi oleh dua planet.
Tata
surya tersebut dikatakan tertua karena berumur 12,8 miliar tahun, hanya
900 juta tahun lebih muda dari semesta yang tercipta lewat Big Bang
pada 13,7 miliar tahun lalu. Bintang induk pada tata surya tersebut
diberi nama HIP 11952 sesuai penamaan obyek dari katalog Hipparcos.
Sementara kedua planet yang mengorbit bintang tersebut diberi nama HIP
11952 b dan HIP 11952 c.
HIP 11952 juga
dijuluki "Sannatana". Dalam bahasa Sansekerta, kata tersebut berarti
abadi atau purba, sesuai dengan keunikan tata surya baru ini. Sistem
keplanetan yang baru ditemukan ini diperkirakan terbentuk saat galaksi
Bimasakti masih bayi atau bahkan belum terbentuk. Jarak tata surya ini
bahkan tak jauh, hanya 375 tahun cahaya dari Bumi.
Dua planet
yang mengitari HIP 11952 ditemukan dengan metode kecepatan radial.
Teknik ini didasarkan pada observasi gerakan bintang induk akibat
planet-planet yang mengelilinginya.
Penelitian dilakukan pada
tahun 2009-2011 menggunakan spektrometer FEROS (Fibre-fed Extended Range
Optical Range Spectograph) pada teleskop 2,2 meter di Observatorium La
Silla, Cile.
Berdasarkan penelitian, diketahui bahwa dua planet
di tata surya baru ini ialah planet gas raksasa berukuran 0,8 dan 2,9
kali Jupiter. Masing-masing berevolusi dengan periode 7 dan 290 hari.
Anomali
Tata
surya baru ini bisa dikatakan anomali. Pasalnya, bintang induk pada
sistem keplanetan ini miskin logam, diperkirakan hanya 1 persen dari
kandungan logam Matahari.
Teori saat ini menyatakan bahwa
bintang-bintang dengan kandungan logam tinggi cenderung memiliki peluang
lebih besar untuk memiliki planet, dan sebaliknya.
Sejauh ini,
HIP 11952b dan HIP 11952c adalah temuan planet kedua yang mengelilingi
bintang miskin logam. Tahun 2010, ditemukan planet yang mengelilingi HIP
13044 yang juga miskin logam.
Berdasarkan hasil penelitian,
Johny mengatakan, "Kedua planet yang mengitari HIP 11952 membuktikan
bahwa planet-planet ternyata memang dapat terbentuk di sekitar bintang
yang kandungan logamnya sedikit."
Tak cuma itu, Johny yang
bertahun-tahun bekerja di Max Planck Institute for Astronomy di
Heidelberg, Jerman, mengatakan bahwa planet di sekelilling bintang
melarat logam mungkin umum.
Observasi pada bintang-bintang tua
masih diperlukan untuk mengonfirmasi hal tersebut. Tim peneliti masih
akan terus mencari jawabannya.
Secara lebih luas, secara teoritis
diketahui bahwa lingkungan awal semesta hanya terdiri atas hidrogen dan
helium. Unsur-unsur logam yang lebih berat terbentuk lewat proses lebih
lanjut seperti supernova.
Penelitian ini menunjukkan bahwa
manusia bisa berharap adanya planet-planet purba yang terbentuk pada
awal semesta, walau kondisinya dipandang kurang memungkinkan.
Hasil
penelitian Johny dipublikasikan di jurnal Astronomy and Astrophysics
yang terbit minggu ini. Johny kini mengabdi di Kedutaan Besar Republik
Indonesia di Berlin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
silahkan berpartisipasi di blog ini dengan berkomentar